Tradisi Nyadran di Lereng Merapi: Perpaduan Islam dan Budaya Jawa

Pernah kebayang gak, ada tradisi yang memadukan nilai-nilai Islam dengan budaya Jawa kuno, terus dilakukan di kaki gunung berapi paling aktif di Indonesia? Nah, itulah Tradisi Nyadran di Lereng Merapi. Di sini, doa, makanan, dan suasana sakral bertemu dalam satu harmoni yang bikin kamu makin cinta budaya lokal.

Nyadran bukan sekadar upacara tahunan. Buat masyarakat Jawa, khususnya yang tinggal di wilayah Sleman, Klaten, dan Boyolali—lereng Merapi—nyadran adalah bentuk rasa syukur, penghormatan leluhur, dan permohonan keselamatan. Ini adalah ritual spiritual yang hidup berdampingan dengan ajaran Islam, dijalani dengan rasa khusyuk dan penuh makna.

Asal-usul dan Makna Nyadran

Kata “nyadran” berasal dari kata “sadranan” atau “sraddha” dalam bahasa Sanskerta yang berarti upacara peringatan arwah leluhur. Seiring perkembangan zaman dan masuknya Islam, tradisi ini tetap bertahan, tapi dengan nuansa lebih Islami—seperti pembacaan tahlil, doa-doa, dan kenduri bersama.

Filosofi dasar Nyadran:

  • Mengingat asal-usul dan menghormati leluhur
  • Menjalin silaturahmi antar warga
  • Memohon keselamatan dan berkah
  • Menjaga keseimbangan alam dan spiritual

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Nyadran

Biasanya, Nyadran dilakukan menjelang Ramadan atau bulan Sya’ban dalam kalender Hijriyah. Tapi di beberapa tempat bisa juga diadakan saat bulan Sura (Muharram versi Jawa) atau sebelum panen raya.

Lokasi paling ikonik:

  • Srandakan, Sleman – banyak makam leluhur dan situs sakral
  • Desa Sumber, Dukun, Magelang – dengan latar Gunung Merapi
  • Boyolali & Klaten – tradisi nyadran disertai arak-arakan budaya

Pelaksanaannya bisa di pemakaman keluarga, sendang (mata air), punden, atau masjid setempat. Yang bikin unik, tiap daerah punya gaya pelaksanaan yang berbeda tapi tetap dalam semangat yang sama.

Rangkaian Acara Nyadran di Lereng Merapi

1. Bersih-bersih Makam (Reresik Kubur)

Warga desa bareng-bareng bersihin makam leluhur, cabutin rumput, ganti bunga, dan rapihin batu nisan. Ini bukan cuma soal fisik, tapi juga simbol pembersihan hati dan niat.

2. Doa Bersama dan Tahlilan

Dipimpin oleh sesepuh atau tokoh agama, seluruh warga duduk bareng, baca tahlil, doa untuk arwah, dan sholawat. Momen ini jadi ruang refleksi, mempererat rasa saling memiliki dan spiritualitas.

3. Kenduri dan Suguhan Makanan Khas

Setelah doa, warga makan bareng dengan menu khas Nyadran. Ada nasi gurih, ayam ingkung, sayur lodeh, kue apem, dan pisang raja. Semua dibawa dari rumah masing-masing lalu disatukan di balai desa atau halaman masjid.

Makna kenduri:

  • Simbol kebersamaan dan kerukunan
  • Menghidupkan sedekah sebagai ajaran Islam
  • Menjaga tradisi gotong royong desa

4. Kirab Budaya (di beberapa wilayah)

Beberapa desa di lereng Merapi menambahkan acara kirab budaya—arak-arakan warga dengan pakaian adat, membawa hasil bumi, dan iringan gamelan. Ini bikin Nyadran makin meriah dan menyatu dengan nilai seni.

Kearifan Lokal dalam Tradisi Nyadran

Tradisi Nyadran di Lereng Merapi juga mengandung nilai kearifan lokal yang kuat, termasuk dalam menjaga lingkungan. Banyak warga percaya bahwa merawat makam dan area sekitarnya adalah bagian dari menjaga keseimbangan alam. Merapi yang sakral buat mereka bukan untuk ditakuti, tapi dihormati.

Nilai-nilai lokal yang tumbuh:

  • Sadar lingkungan: gak buang sampah sembarangan di area keramat
  • Saling tolong: semua orang gotong-royong, gak ada yang kerja sendirian
  • Penguatan identitas desa: anak muda diajak ikut dan dilatih jadi generasi pelestari budaya

Partisipasi Generasi Muda dalam Nyadran

Meskipun tradisi ini terkesan tua dan klasik, anak-anak muda di lereng Merapi justru makin aktif terlibat. Banyak yang bikin konten dokumentasi, vlog, bahkan digitalisasi arsip tradisi Nyadran. Mereka juga kreatif bikin souvenir, pakaian adat, dan menu makanan khas Nyadran.

Bentuk kontribusi Gen Z lokal:

  • Dokumentasi visual dan video pendek
  • Kampanye pelestarian lewat Instagram & TikTok
  • Kolaborasi seni mural dan pertunjukan wayang
  • Kelas budaya untuk anak-anak

Wisatawan dan Tradisi Nyadran

Kalau kamu wisatawan dan kebetulan datang saat Nyadran, kamu bakal disambut dengan hangat. Tapi tentu ada aturan dan etika yang harus kamu jaga.

Tips buat wisatawan:

  • Pakai pakaian sopan dan tertutup
  • Jangan ganggu prosesi doa atau ritual
  • Izin dulu kalau mau foto atau rekam
  • Hormati makanan yang disediakan (jangan buang sembarangan)
  • Ikut bantu atau ngobrol bareng warga biar makin dapet feel-nya

Menu Khas Nyadran yang Wajib Dicoba

Gak lengkap rasanya kalau bahas Nyadran tanpa ngebahas kulinernya. Karena selain sakral, tradisi ini juga identik dengan makanan khas yang punya makna filosofis.

Menu wajib Nyadran:

  • Apem: simbol pengampunan dan kebersihan jiwa
  • Ayam ingkung: lambang totalitas dan keikhlasan
  • Nasi gurih: tanda rasa syukur dan kenikmatan hidup
  • Sayur lodeh: lambang kesederhanaan dan kerukunan
  • Kue cucur & pisang raja: simbol berkah dan harapan manis

FAQs seputar Tradisi Nyadran di Lereng Merapi

1. Kapan Nyadran biasanya dilakukan?

Umumnya di bulan Sya’ban (sebelum Ramadan) atau menjelang panen raya.

2. Apakah Nyadran hanya untuk orang tua?

Enggak! Semua usia, termasuk anak muda dan anak-anak, ikut serta dalam semangat gotong royong.

3. Apa boleh wisatawan ikut kenduri?

Boleh, asal izin dan ikut aturan warga. Bahkan mereka senang berbagi budaya.

4. Apa Nyadran bagian dari ajaran Islam?

Bukan ritual agama, tapi budaya lokal yang Islami—dengan doa dan nilai spiritual Islam yang kuat.

5. Bagaimana cara tahu jadwal Nyadran?

Tanya ke warga lokal, kantor desa, atau cek media sosial komunitas desa.

6. Apakah Nyadran masih relevan di zaman modern?

Sangat relevan. Ini cara unik menyatukan generasi dan menjaga budaya sekaligus mempererat spiritualitas.


Penutup: Nyadran, Tradisi yang Menjaga Akar dan Merawat Jiwa

Tradisi Nyadran di Lereng Merapi bukan cuma warisan, tapi ruang untuk refleksi, bersyukur, dan menyatu dalam kebersamaan. Di tengah kabut Merapi, di antara doa dan apem, kamu bisa merasakan sebuah harmoni yang langka—antara Islam, budaya Jawa, dan cinta pada leluhur.

Kalau kamu cari pengalaman budaya yang otentik, mendalam, tapi tetap ramah buat semua kalangan, Nyadran adalah jawabannya. Yuk, datang langsung dan rasakan spiritualitas yang lembut namun kuat dari lereng gunung yang penuh berkah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *